Cokelat Valentine, Hadiah Cinta yang Bisa Jadi Bumerang Kesehatan
Daftar Isi
- 1. Memicu kenaikan berat badan
- 2. Meningkatkan kolesterol jahat
- 3. Memicu munculnya jerawat
- 4. Gangguan pencernaan
- 5. Risiko batu ginjal
- 6. Memicu migrain
Hari Valentine biasanya identik dengan cokelat. Di momen spesial ini, cokelat menjadi hadiah favorit yang melambangkan kasih sayang dan kebahagiaan. Tapi ingat, si hitam manis ini bisa sangat berbahaya untuk kesehatan, simak penjelasannya.
Rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut membuat banyak orang sulit menolak godaan cokelat. Bahkan, sebagian orang memiliki kebiasaan makan cokelat setiap hari sebagai camilan atau teman di kala gundah dan lara.
Namun, di balik kenikmatan tersebut, konsumsi cokelat yang berlebihan ternyata bisa membawa dampak negatif bagi kesehatan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui risiko yang bisa timbul jika Anda mengonsumsinya setiap hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir Live Strong, Selain itu, lonjakan gula darah akibat konsumsi cokelat dapat memicu rasa lapar berlebih, yang bisa membuat Anda makan lebih banyak.
Pilihan Redaksi
|
2. Meningkatkan kolesterol jahat
Cokelat mengandung lemak jenuh yang berasal dari cocoa butter. Lemak ini bisa meningkatkan kadar LDL atau kolesterol jahat dalam tubuh. Jika dikonsumsi dalam jumlah banyak, risiko penyakit jantung pun meningkat.
3. Memicu munculnya jerawat
Makanan tinggi gula seperti cokelat dapat memicu peradangan dalam tubuh, termasuk di kulit. Lonjakan kadar gula darah dapat meningkatkan produksi minyak berlebih di wajah, sehingga memicu jerawat.
Bahkan, studi menunjukkan bahwa konsumsi cokelat hitam sekalipun dapat memperparah kondisi kulit berjerawat.
4. Gangguan pencernaan
Cokelat yang mengandung banyak susu dan gula dapat menyebabkan gangguan pencernaan, terutama bagi mereka yang intoleran laktosa atau memiliki sindrom iritasi usus (IBS). Selain itu, kandungan kafein dalam cokelat juga dapat merangsang produksi asam lambung berlebihan, yang bisa memicu sakit perut dan diare.
5. Risiko batu ginjal
Jika kamu rentan terhadap batu ginjal, sebaiknya berhati-hati dalam mengonsumsi cokelat. Cokelat mengandung oksalat, senyawa yang dapat membentuk kristal dalam ginjal. Jika dikonsumsi dalam jumlah banyak, ini bisa meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal yang menyakitkan.
6. Memicu migrain
Cokelat mengandung kafein dan beta-phenylethylamine, dua zat yang dapat mempengaruhi sistem saraf dan menyempitkan pembuluh darah, yang pada akhirnya bisa menyebabkan migrain. Bagi yang sensitif terhadap zat ini, makan cokelat terlalu sering bisa menjadi pemicu sakit kepala yang menyiksa.
(责任编辑:焦点)
- ·5 Alasan Kamu Perlu Jalan Kaki di Pagi Hari, Banyak Manfaat
- ·'Mulut Racun' Mertua dan Perkara yang Belum Selesai soal Menjadi Ibu
- ·Akui Ogah Pakai Helm Karena Rambut Basah, Penumpang Adu Mulut dengan Driver Ojol
- ·Gibran Uji Program Makan Bergizi Gratis di Tangerang dengan Harga Menu Rp15 Ribu, Dapat Apa Aja?
- ·Ferdy Sambo Cs Jalani Sidang Banding di PT DKI Jakarta Hari Ini
- ·Negosiasi Perang Dagang, Trump Tak Akan Segan Naikkan Tarif Jika Tak Ada Itikad Baik
- ·Jokowi Jawab Isu Reshuffle Kabinet, Tegaskan Punya Hak Prerogatif
- ·Bayar Angkot Pakai Tutup Botol Plastik, Bapak
- ·FOTO: Intip Gaya Rambut Nyentrik Muda
- ·Cara Mudah dan Efektif Menghilangkan Mata Ikan di Kaki
- ·Chef Devina Beri Ide Menu Makan Gratis Rp10 Ribu: 2 Telur dan Susu UHT
- ·Yogyakarta Favorit Wisatawan Saat Nataru, BMKG Prediksi Hujan Lebat
- ·Jelang 77 Hari Pemerintahannya Berakhir, Jokowi Waspadai Krisis Pangan dan Kenaikan Harga Minyak
- ·Jelang 77 Hari Pemerintahannya Berakhir, Jokowi Waspadai Krisis Pangan dan Kenaikan Harga Minyak
- ·Kuliner Nyeleneh Mi Daging Kuah Milk Tea Boba, Tertarik Coba?
- ·FOTO: Semarak Times Square Jelang Perayaan Malam Tahun Baru
- ·Cara Mudah dan Efektif Menghilangkan Mata Ikan di Kaki
- ·8 Destinasi Terbaik di Asia 2025 untuk Jauhi Overtourism, Ada dari RI
- ·Kuasa Hukum Sebut Shane dan Mario Dandy Beri Kesaksian Kontradiktif, Ini Tanggapan Pengadilan
- ·Jokowi Minta Maaf, Djarot: Yang Lebih Penting Kebijakan Harus Dipertanggungjawabkan